Mahasiswa UNPAR Menjadi Perwakilan Untuk Delegasi Indonesia
Secara luas, penghapusan hukuman mati merupakan bagian integral dari sistem hukum suatu negara. Namun, dalam pembahasan ini juga melibatkan isu-isu lain seperti ketimpangan gender, politik, dan filsafat. Untuk memberikan perhatian pada isu penting ini, Penti Aprianti, seorang mahasiswa dari Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (FF UNPAR), akan mewakili Indonesia dalam 8th World Congress Against Death Penalty yang diselenggarakan oleh Ensemble Contre La Peine De Mort/Together Against Death Penalty (ECPM) di Berlin, Jerman pada 16-18 September 2024 mendatang.
ECPM adalah organisasi non-profit yang berbasis di Paris dan fokus pada isu Hak Asasi Manusia (HAM). Pada konferensi tahun ini, topik yang dikaji adalah bagaimana anak muda dapat terlibat dalam kampanye global untuk penghapusan hukuman mati.
Penti Aprianti, yang akrab disapa Anti, menyatakan minatnya untuk menghadiri konferensi tersebut karena relevan dengan studinya tentang filsafat sosial dan politik.
Salah satu topik filosofis yang sering dibahas adalah hak asasi manusia, termasuk penentuan hukuman mati. Mengapa ada sistem yang memungkinkan seseorang divonis mati? Dan mengapa terkadang kasus hukuman mati menimpa seseorang yang ternyata tidak bersalah? Kita juga perlu mempertimbangkan kasus seperti Petrus, di mana pelaku bukan dituntut oleh negara. Ini menjadi salah satu pertanyaan yang dibahas oleh Bapak tersebut saat dikonfirmasi.
Setelah melewati berbagai tahapan seleksi, termasuk menulis esai dan melakukan wawancara, Anti terpilih sebagai salah satu dari delapan delegasi Indonesia yang mengikuti workshop di Jakarta secara hybrid dengan ECPM di Paris.
“Selain menghadiri acara utama, delegasi Indonesia juga melakukan kegiatan pendidikan tentang pentingnya penghapusan hukuman mati melalui kampanye daring di Instagram @hapushukumanmati,” ujar perwakilan tersebut.
Menurutnya, delegasi Indonesia akan membawa dua tema utama ke konferensi ini: pemimpin muda dalam gerakan untuk menghapus hukuman mati dan penggunaan hukuman mati sebagai alat politik.
Dengan kerjasama, saya dan tujuh delegasi lain dari Indonesia akan menyampaikan situasi saat ini tentang hukuman mati di negara ini dan usaha-usaha yang telah atau dapat dilakukan untuk mengkampanyekan penghapusan hukuman tersebut. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia yang terlibat dalam konferensi ini, jadi kami juga berencana memaparkan situasi di negara-negara Asia lain yang masih menerapkan hukuman mati.
Menurutnya, konferensi mengenai penghapusan hukuman mati adalah penting untuk dilakukan lebih lanjut.
Melalui konferensi ini, negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati dapat saling bertukar pikiran tentang situasi dan fakta di masing-masing negara. Ini memungkinkan kita untuk merumuskan strategi penghapusan mati yang lebih komprehensif dan efektif. Dengan bekerja sama dan belajar dari satu sama lain, kita dapat memperkuat gerakan ini dan terus tumbuh bersama.
Kami berharap bahwa semakin banyak orang akan memahami bahwa hukuman mati, baik yang dijatuhkan oleh negara maupun sosial, adalah tindakan sewenang-wenang yang harus dihindari.
Menurut Anti, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah-masalah seperti persidangan yang tidak adil, proses hukum yang salah, atau diskriminasi gender. Masalah ini masih perlu diselesaikan dari akar-akarnya.
Selain itu, dia juga menekankan kepada mahasiswa di UNPAR, terutama yang mengambil jurusan Ilmu Filsafat, untuk terus melihat fenomena-fenomena di sekitar mereka dengan lebih abstrak.
Terkadang, hal-hal yang tampak jelas bisa menjadi tipuan. Ada kemungkinan bahwa ada masalah struktural di baliknya. Dengan ilmu yang kita pelajari di Unpar, kita mendapatkan hak istimewa. Semoga hak istimewa ini dapat kita gunakan untuk membantu orang lain, terutama mereka yang terpinggirkan dan “orang lain”. Ini sejalan dengan visi Unpar sebagai komunitas akademik yang semakin humanis.
Anti berencana untuk memperdalam pemahaman isu HAM dan gender dari sudut pandang filsafat di masa depan.
Anti bercita-cita menjadi seorang ahli di bidang filsafat dan memanfaatkannya untuk mengeksplorasi berbagai disiplin ilmu lain, khususnya yang terkait dengan pengetahuan lokal seperti adat istiadat dan kosmologi di Indonesia. Dia berharap dapat mengembangkan pengetahuan ini secara profesional, baik di tingkat nasional maupun internasional, sambil memperkenalkan nilai-nilai filosofis lokal kepada dunia global.